Sejarah Dan Perkembangan Vaksin
Vaksin
masuk dunia modern pada tahun 1796, ketika Edward Jenner, seorang dokter dari
Inggris, meneliti seorang pekerja harian yang terkena penyakit cacar, dengan
diimunisasi dengan cacar sapi ringan. Dia mengambil beberapa cairan dari luka
penderita cacar sapi dan menggoreskan di permukaan lengan anak berusia 8 tahun.
Empat pulah delapan (48) hari kemudian Jenner memberi nama “vaksin” (bahasa
latin dari Sapi). Sejak saat itu vaksin mengalami perkembangan baik dari cara
menentukan epitop imunodominan, strategi perbanyakan protein maupun cara
aplikasinya.
Selanjutnya tahun 1886 Salmon dan
Smith di Amerika Serikat telah memperkenalkan macam vaksin inaktif dengan
menggunakan bakteri vibrio cholera yang dimatikan dengan pemanasan.
Terobosan baru lainnya datang pada
akhir abad 19, ketika Louis Pasteur seorang ahli kimia dari Perancis,
mengembangkan tehnik kimia untuk mengisolasi virus dan melemahkannya, yang
efeknya dapat dipakai sebagai vaksin. Sebelum vaksinasi memancing kontroversi.
Pasteur pertama kali mencatat, memasukkan vaksin rabies ke tubuh manusia yang
mendapat protes keras oleh ahli jiwa dan masyarakat. Dan Jka Pemikiran Salafi di terapkan dengan
Konskuen, masalah ini juga harus di anggap Bid’ah, sebab Rosulullah telah
mencontohkan Pengobatan, bukankah Ketika Sunnah di Matikan maka Akan tumbuh sebuah
Bid’ah? dan seperti yang sudah terkenal, mereka ini punya konsep Memahami Hadits Tentang Bid’ah sendiri?
Upaya untuk menggalakkan imunisasi
di Inggris yang menurun pada abad tersebut merupakan kenyataan pahit akibat
dari penentangan/protes terhadap imunisasi. Meskipun Inggris menghadapi resiko
serius terhadap penyakit Tipus yang mewabah di medan perang Boer (Afrika
Selatan).
Pada perubahan jaman ini, peneliti
lainnya telah mengembangkan vaksin yang tidak aktif untuk melawan Tipus, wabah
Rabies dan Kolera. Pada pertengahan tahun 1920-an, vaksin telah dikembangkan
untuk melawan Dipteri (penyakit yang sering menyebabakan kematian pada
anak-anak) dan Pertusis.
Dua tim ahli dipimpin oleh Jonas
Salk and Albert Sabin mengembangkan vaksin Polio. Vaksin untuk mencegah Polio,
digunakan untuk membunuh virus, dipatenkan pada tahun 1954 dan digunakan untuk
kampanye imunisasi. Kurang dari enam tahun, kasus Polio menurun 90%. Tetapi vaksin
Salk tidak melengkapi imunisasi secara menyeluruh untuk semua jenis virus
Polio. Pada tahun 1961, Sabin telah mengembangkan vaksin oral yang bekerja
secara aktif (hidup) berupa virus yang telah dilemahkan, untuk menggantikan
imunisasi dengan suntik jenis Salk di Amerika Serikat. Pada tahun 1960-an,
vaksin digunakan secara rutin dan tidak menyebabkan kontroversi pada masyarakat
dan paramedis, dan vaksin virus aktif (hidup) telah dikembangkan untuk Campak
(1963), Rubella/ campak Jerman (1966) dan penyakit Gondong (1968).
Bahaya Serangan DPT (Mary H. Cooper,
1995)
Pada awal tahun 1980-an, wabah
infeksi yang membunuh ratusan anak-anak tiap tahun telah mencemaskan orang tua.
Sebagian kecil orang tua merasa anaknya menderita akibat vaksin yang diberikan
tidak aman bagi anak mereka terutama DPT. Di antara mereka adalah anggota
National Vaccine Information Center (NVIC)
Pada tahun 1982. Fisher dan para ibu
menemukan kelompok pembela yang tergabung dalam NVIC dan meyakinkan kongres
untuk menyediakan vaksin DPT yang aman.
Pada tahun 1991, Fisher
mendokumentasikan perkembangan vaksin DPT dalam “A Shot in the Dark” (menyerang
dalam kegelapan), dan menerangkan bagaimana lebih banyak racun pertusis
menyebabkan banyak masalah, dan mengapa diamankan dan tidak dipasarkan secara
luas di Amerika Serikat.
Tidak tahu secara pasti mengapa
pemerintah Amerika Serikat menarik vaksin DPT dari pasaran pada tahun 1996 dan
merekomendasikan dokter menutup vaksin jenis DTP. Hanya 6-7 persen dari vaksin
pertusis di Amerika Serikat masih mengandung DPT. Tetapi itu telah digunakan
secara luas di masyarakat dunia ketiga (negara berkembang).
Pada masa pemerintahan Clinton telah
diijinkan untuk memperpanjang program vaksinasi untuk masyarakat miskin dan
merekomendasikan ijin baru untuk memperbaiki tingkat vaksinasi. Sejak tahun
1994, program vaksinasi telah dijalankan dalam pemerintahan untuk anak-anak
miskin secara Cuma-Cuma.
Vaksin
Vaksin adalah bahan antigenik yang
digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga
dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau
“liar”. Berasal dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika
diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar.
Vaksin dapat berupa galur virus atau
bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat
juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida,
partikel serupa virus, dsb.).
Jenis-Jenis Vaksin :
Berdasarkan bahan imun yang
digunakan ada dua jenis vaksin, yaitu:
Attenuated whole-agent vaccines
· Mempunyai kemampuan proteksi
jangka panjang
· Virus yang telah dilemahkan tersebut dapat bereplikasi di dalam tubuh, meningkatkan dosis asli, dan berperan sebagai imunisasi ulangan.
· Keefektifan dapat mencapai 95%
· Seringkali tidak memerlukan imunisasi ulangan
· Tidak disarankan untuk pasien kompromis
· Contoh : vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid
· Virus yang telah dilemahkan tersebut dapat bereplikasi di dalam tubuh, meningkatkan dosis asli, dan berperan sebagai imunisasi ulangan.
· Keefektifan dapat mencapai 95%
· Seringkali tidak memerlukan imunisasi ulangan
· Tidak disarankan untuk pasien kompromis
· Contoh : vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid
Vaksin hidup terbuat dari virus
hidup yang diatenuasikan dengan cara pasase berseri pada biakan sel tertentu
atau telur ayam berembrio. Dalam proses ini akumulasi dari mutasi umumnya
menyebabkan hilangnya virulensi virus secara progresif bagi inang aslinya.
Didalam vaksin mengandung virus hidup yang dapat berkembang biak dan merangsang
respon imun tanpa menimbulkan sakit.
Inactivated whole-agent vaccines
· Memakai mikroba yang sudah dibunuh
dengan formalin ataupun fenol
· Contoh : vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid
· Contoh : vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid
Vaksin inaktif dihasilkan dengan
menghancurkan infektivitasnya sedangkan imunogenitasnya masih dipertahankan
dengan cara:
· Fisik misalnya dengan pemanasan,
radiasi
· Chemis, dengan bahan kimia fenol, betapropiolakton, formaldehid, etilenimin.
· Chemis, dengan bahan kimia fenol, betapropiolakton, formaldehid, etilenimin.
Dengan perlakuan ini virus menjadi
inaktif tetapi imunogenitasnya masih ada. Vaksin ini sangat aman karena tidak
infeksius, namun diperlukan jumlah yang banyak untuk menimbulkan respon
antibodi.
Vaksin sub unit
Vaksin sub unit merupakan vaksin
yang dibuat dari komponen virus Teknik yang relatif baru dalam produksi vaksin
adalah dengan melakukan kloning dari gen virus melalui rekombinasi DNA, vaksin
vektor virus dan vaksin antiidiotipe.
Vaksin sub unit merupakan vaksin
yang dibuat dari bagian tertentu dari mikroorganisme yang imunogenik secara
alamiah misalnya hepatitis B, atau virus yang dipisahkan dengan detergen
misalnya influensa.
Vaksin idiotipe
Vaksin idiotipe merupakan vaksin
yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment antigen binding) dari
antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B mengandung asam amino yang
disebut sebagai idiotipe atau determinan idiotipe yang dapat bertindak sebagai
antigen. Vaksin ini dapat menghambat pertumbuhan virus melalui netralisasai dan
pemblokiran terhadap reseptor pre sel B.
Vaksin rekombinan
Vaksin rekombinan memungkinkan
produksi protein virus dalam jumlah besar. Gen virus yang diinginkan
diekspresikan dalam sel prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot
meliputi sel bakteri E.coli, yeast, dan baculovirus. Dengan teknologi DNA
rekombinan selain dihasilkan vaksin protein juga dihasilkan vaksin DNA.
Penggunaan virus sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen pelindung
dari virus lainnya, misalnya gen untuk antigen dari berbagai virus disatukan ke
dalam genom dari virus vaksinia dan imunisasi hewan dengan vaksin bervektor ini
menghasilkan respon antibodi yang baik.
Vaksin DNA
Vaksin DNA (naked plasmid DNA) ,
suatu pendekatan yang relatif baru dalam teknologi vaksin yang memiliki potensi
dalam menginduksi imunitas seluler. Dalam vaksin DNA gen tertentu dari mikroba
diklon kedalam suatu plasmid bakteri yang direkayasa untuk meningkatkan
ekspresi gen yang diinsersikan kedalam sel mamalia. Setelah disuntikkan DNA plasmid
akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak berintegrasi kedalam DNA sel
(kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang dikodenya. Selain itu vektor
plasmid mengandung sekuens nukleotida yang bersifat imunostimulan yang akan
menginduksi imunitas seluler .
Beberapa kelemahan vaksin DNA bahwa
kemungkinan DNA dalam vektor plasmid akan berintegrasi kedalam genom
host/inang, kemungkinan akan menginduksi tumor atau menginduksi terbentuknya
antibodi terhadap DNA. Selain itu vaksin DNA dapat menginduksi respon imun
seluler yang kuat tidak hanya terhadap antigen mikroba melainkan juga terhadap
antigen inangnya. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui
keamanan vaksin DNA yang efektif terhadap patogen intraseluler.
Imunisasi yang Menumbuhkan Kekebalan
Pemberian vaksin untuk mencegah
terjadinya penyakit tertentu disebut Vaksinasi. Disebut juga Imunisasi karena
vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan
terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin.
Sistem kekebalan mengenali partikel vaksin sebagai agen asing,
menghancurkannya, dan “mengingat”-nya. Ketika di kemudian hari agen yang
virulen menginfeksi tubuh, sistem kekebalan telah siap:
1. Menetralkan bahannya sebelum bisa
memasuki sel; dan
2. Mengenali dan menghancurkan sel
yang telah terinfeksi sebelum agen ini dapat berbiak.
Imunisasi dibedakan dalam dua jenis,
imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Pada imunisasi aktif, tubuh ikut berperan
dalam membentuk kekebalan (imunitas). Tubuh seseorang dirangsang untuk
membangun pertahanan imunologis terhadap kontak alamiah dengan berbagai
penyakit. Sedangkan dalam imunisasi pasif, tubuh tidak dengan sendirinya
membentuk kekebalan, tetapi diberikan dalam bentuk antibodi dari luar.
Seseorang yang mempunyai risiko
terjangkit penyakit tertentu, diberi antibodi yang spesifik. Umumnya bayi dan
anak diberi imunisasi aktif karena imunisasi jenis ini memberi kekebalan yang
lebih lama. Sedangkan imunisasi pasif hanya diberikan dalam keadaan sangat mendesak,
yakni jika tubuh anak diduga belum mempunyai kekebalan ketika terinfeksi oleh
kuman penyakit ganas, seperti tetanus.
Tapi tak jarang pula imunisasi aktif
dan pasif diberikan dalam waktu bersamaan. Misalnya, seorang anak yang
terserang penyakit tertentu akan memperoleh imunisasi pasif untuk segera
menetralisir racun kuman yang beredar. Sedangkan imunisasi aktif diberikan juga
untuk mendapatkan kekebalan setelah sembuh dari penyakit tersebut. Kedua jenis
imunisasi tersebut juga berbeda dalam segi bahan bakunya. Dalam imunisasi
aktif, tubuh diberi sebagian atau seluruh komponen kuman atau suatu bentuk
rekayasa kuman sehingga terjadi rangsangan kekebalan tubuh (imunologik) yang
menyerupai respon terhadap infeksi alamiah oleh kuman itu. Sedangkan respon dalam
tubuh itu sendiri bisa berupa terbentuknya antitoksin (zat anti terhadap racun
yang dibuat oleh mikroorganisme) atau bentuk lain yang efeknya menetralisir
kuman.
Dalam imunisasi pasif, tubuh diberi
antibodi spesifik (sudah siap pakai) yang dapat habis dalam tubuhnya. Beberapa
imunisasi dapat membentuk kekebalan tubuh seumur hidup, seperti campak. Namun
ada pula bentuk imunisasi yang memberikan kekebalan tubuh dalam jangka waktu
tertentu. Misalnya saja, DPT (difteri, pertusis, tetanus) dan polio. Efektivitas
suatu imunisasi aktif dapat diukur dengan memeriksa adanya proteksi terhadap
suatu penyakit yang dituju. Pemeriksaan imunoglobin sering dipakai untuk
pembuktian terjadinya proteksi terhadap penyakit tertentu. Tetapi bukan
merupakan jaminan mutlak, karena pada keadaan tertentu kadar imunoglobin tidak
dapat digunakan sebagai patokan terjadinya proteksi.Pada dasarnya ada vaksin
yang dibuat dari kuman yang dilemahkan atau dimatikan. Kuman yang dimatikan ini
tidak dapat berkembang biak (replikasi) dalam tubuh manusia, sehingga untuk
merangsang pembentukan antibodi diperlukan dalam jumlah banyak. Selain itu,
secara berkala dibutuhkan juga pemberian vaksin ulangan untuk memperkuat
antibodi.
Tujuan imunisasi:
Tujuan dari diberikannya suatu
imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit
yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada
penderitanya.
Manfaat Imunisasi
1. Untuk Anak: mencegah penderitaan
yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
2. Untuk Keluarga: menghilangkan
kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan
keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak
yang nyaman.
3. Untuk Negara: memperbaiki tingkat
kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan
pembangunan negara.
Sasaran Imunisasi
1. Bayi (0-11 bulan)
2. Ibu hamil (0-8 bulan)
3. Wanita usia subur
4. Anak SD kelas I dan VI
5. Orang yang akan bepergian ke
daerah endemic penyakit
Jenis-Jenis Imunisasi
Imunisasi polio
Imunisasi BCG
Imunisasi DPT
Imunisasi DT
Imunisasi TT
Imunisasi Campak
Imunisasi Hib
Imunisasi MMR
Imunisasi Varisella
Imunisasi HBV
Imunisasi BCG
Imunisasi DPT
Imunisasi DT
Imunisasi TT
Imunisasi Campak
Imunisasi Hib
Imunisasi MMR
Imunisasi Varisella
Imunisasi HBV